Kalau mengingat foto masa lalu era sebelum tahun 2000an umumnya anak-anak saat diberi tugas pelajaran melukis suasana desa selalu menggambarkan dua gunung, dengan matahari bersinar diantaranya. Disisi kiri kanan jalan menghampar sawah menguning. Gambaran klasik yang menurut masyarakat di Kampuang Sumua diambil dari spot yang ada didaerahnya. Dari titik terbaik pengambilan view, kalau hari cerah, kabut tidak memayungi dua gunung di jantung Minangkabau, gambaran ‘ngangeni’ itu bisa dinikmati. Ya, gunung Singgalang disisi kanan dan gunung Merapi nan legendaris di kiri mengepit salah satu diantara kampung di Jorong Tigo Baleh. Di sinilah leluhur penduduk nagari Kurai menjejakkan kaki setelah turun dari gunung Merapi. Bersama Ladang Cakiah dan Rakik, saat ini Kampuang Sumua masuk wilayah kelurahan Ladang Cakiah, kecamatan Aur Birugo Tigo Baleh (ABTB), kota Bukittinggi, Sumatera Barat. Terletak di tepi jalan utama Payakumbuh-Bukittinggi, hanya berjarak 4 (empat) kilometer dari Jam Gadang atau 75 km dari Bandara Internasional Minangkabau (BIM), kurang lebih dua jam perjalanan dari Padang. Meski berpenduduk 2.055 (data 2018) secara administrasi, wilayah sejuk berketinggisn 900-910 MDP seluas 0.74 km2 masuk perkotaan, namun senyampang yang ditemui dalam keseharian, selain suasana iklim sejuk (berkisar 18-19°C) dan kecantikan alam nan memikat, pola hidup masyarakatnya kental dengan adat Minang. Suasana guyub, ikatan kekerabatan khas urang saisuak terasa benar saat kita berada di Kampung yang warganya terkenal dengan keahlian memasak. Pemilik, juru masak, kasir dan karyawan rumah makan Simpang Raya, Family Benteng, Mak Marah, Mak Dang, Mak Haji Panitia, dll yang sangat kondang kelezatannya, umumnya berasal dari sini. Termasuk suplier bahan baku masakan, seperti beras, daun bawang, cabai, daun singkong, terong, daging sapi, ikan, dsb. Beras premium asal hamparan sawah di sinilah yang membuat racikan khas masakan turun temurun kian nikmat menemani perantau dan pengunjung yang datang. Maka tak lengkap rasanya ke Sumatera Barat, apalagi ke Bukittinggi kalau belum mampir ke Kampung Sumua, Ladang Cakiah. Tidur di rumah gadang, bercengkrama bersama warga, jalan pagi di pematang sawah, sarapan goreng pisang. Tak lupa makan di sawah bertemankan 'uwok pucuak ubi' dikesejukan kaki dua gunung yang jadi angan-angan masa kecil dahulu. Kini, dan sekaranglah saat yang tepat. Jangan ditunda lagi…Ayo wisata ke Lansura,… Ladang Cakiah, Sumua, Rakik,..
Dengan posisi strategis, tidak sampai satu kilometer atau sepuluh menit perjalanan dari Pasar Aur Kuning sebagai pusat grosir terbesar di utara Sumatera Barat, serta lima belas menit dari Jam Gadang, destinasi utama wisatawan ke ranah Minang, membuat daerah Lansura sangat menarik dikunjungi. Dengan keindahan hamparan sawah dan kesejukan iklim disela kaki dua gunung ikon sejarah dan budaya ranah Bundo ini diyakini bakal menggurat kenangan indah bagi siapapun yang datang. Suasana keakraban khas pedesaan, meski secara administrasi pemerintahan terletak di perkotaan disertai sejumlah keunggulan warga setempat berupa keahlian memasak dan berniaga, seraya memegang teguh adat istiadat dan nuansa keIslaman di keseharian. Disinilah, salah satu daerah 'the real Minangkabau'. Tempat segala yang menjadi warna 'urang awak' hidup dan mewarisi kesyahduan penuh harmoni.
Disarankan bagi para pengunjung yang datang saat hamparan padi menguning, karena 'warna' alam kian indah kala subur tanaman padi di sawah mendominasi sejauh mata memandang. Jalan kaki atau bersepeda di pagi hari, jelang mentari menerangi bumi adalah waktu yang tepat menikmati alam Lansura. Sesi penting yang jangan sampai terlewati menikmati goreng pisang Bu Anis di tapi tabek Sumua, tepat di belakang rumah gadang Uwak Taluak. Dipastikan nuansa yang terasakan adalah indah dan nikmat rahmat Allah SWT.