Seorang tuo marapulai (dukun sekaligus penjaga marapulai) di Ampiang Parak, Kecamatan Sutera, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumbar memayungi marapulai (mempelai laki-laki) begitu turun dari rumah. Sementara ibu dan saudara marapulai berdiri di pintu. Lalu tuo marapulai mulai mendendangkan ratapan pilu dan membuat hati jadi luluh.
"Sikujua jo batang kapeh kambang bungo parawitan. Kok mujua mandeh malapeh bak cando ayam pulang kapawitan," suara seseorang melantunkan ratap pembuka badampiang.
Sekelompok orang diiringi kawan sepermainan marapulai kemudian tampak berjalan hendak menuju rumah anak daro (pengantin wanita).Kaum ibu menjunjung jamba berisi makanan dan bawaan lainnya. Marapulai berjalan di tengah diapit inang. Inilah tradisi unik yang bertahan hingga kini. Tradisi itu bernama badampiang. Tradisi badampiang merupakan tradisi mengatar marapulai pergi nikah kerumah anak daro, namun diiringi nyanyian syahdu dan ratapan yang menusuk relung hati.
Sekretaris Nagari Ampiang Parak Yendri menyebutkan, tradisi badampiang telah hidup sejak lama di nagari yang berdampingan dengan Kambang tersebut. Tidak ada catatan resmi sejak kapan tradisi ini hidup dan berkembang di nagari tersebut.
Seiring perobahan zaman dan waktu, memang ada sedikit terjadi pergeseran soal badampiang. Dulu badampiang dilakukan sepanjang jalan hingga sampai di rumah anak daro, alasannya dulu pemuda mencari jodoh tidak jauh, cukup dengan gadis satu kampung atau satu nagari saja.
"Kini tidak seperti itu lagi, anak kemenakan di Nagari Ampiang Parak sering berjodoh dengan gadis luar nagari atau setidaknya jauh dari rumah orang tuanya. Sehingga ada rangkaian kegiatan yang terpenggal penggal," katanya.
Bagaimana prosesi badampiang dilaksanakan ? Bermula dari rutinitas adat manjapuik marapulai oleh keluarga perempuan. Disana lengkap dengan sumando dan pernak - pernik atau alat untuk menjemput marapulai.
Setiba di rumah orang tua marapulai, rombongan penjemput marapulai disambut keluarga marapulai tersebut yang tentunya dihadiri ninik - mamak, pemuda, pimatang panjang di nagari dan lain sebagainya. Rombongan ditanyai wujud dan maksud kedatangan. Terjadi alur sisomba saat itu. Kadang alot, kadang hanya butuh waktu sebntar saja.
Setelah disepakati kedua belah pihak bahwa kedatangan itu adalah menjemput marapulai, dan pihak marapulai telah mengizinkan marapulai pergi nikah. Saat itulah tradisi badampiang terjadi. Biasanya marapulai diberangkatkan dari rumah dini hari, atau sekitar pukul 01.00 WIB.
Di halaman karib kerabat tampak telah siap mengantar marapulai pergi nikah. Jumlahnya banyak terdiri dari teman sebaya, para sumando-sumandan, kaum ibu dan lain lain.
Selangkah turun dari jenjang, salah seorang tetua mulai menyanyikan lagu dampiang. Tukang nyanyi itu mengambil tempat di posisi yang mudah didengar para pengantar marapulai.
Nyanyian yang disampaikan berisi tentang kegundahan hati ibu dan ayah melepas anak laki - laki berumah tangga. Soalnya dari kecil hingga tumbuh dewasa ia dibesarkan dan dirawat, kini harus berpisah.
Kinantan nan panaiak kini ka pai, janjang nan indak kabalululuak lai. Isi nyanyian itu juga mewakili kegundahan hari kawan - kawan sebaya, kerisauan hati dunsanak yang ada dilingkungannya tinggal.
Lagu badampaing dinyanyikan dengan irama yang khas. Mendayu - dayu, meratap dan menyayat - nyayat relung hati. Tak pelak, ibu kandung, kakak-adik simarapulai menangis berurai air mata mengenang kepergian anak itu. Ibu - ibu lainnya biasanya akan berupaya menghibur hati sang ibu.
Begitupula hadirin lainnya, mereka akan hanyut mengikuti irama badampiang. Tak jarang teman sepermainan ikutpula meneteskan air mata. Malam badampiang benar benar dirasakan penuh haru.
Lantas rombongan mulai bergerak menuju rumah anak daro (bila jaraknya bisa ditempuh dengan berjalan kaki), disepanjang jalan nyanyian dampiang itu juga tidak berhenti. Perjalanan yang begitu mengharu biru.
Namun bila tiba di halaman rumah anak daro, isi dan tema nyanyian dampiang tidak lagi seperti turun dari rumah dan di perjalan tadi. Di sini, tukang dampiang menyampaikan pesan dan nasihat kepada marapulai. Pandai - pandailah membawakan diri di rumah orang. Mangecek di bawah - bawah, usah berlaku sombong di tengah keluarga baru itu. Selain kepada marapulai, juga terdapat pesan untuk keluarga anak daro, bila anak ini salah tolong juga diajari.
Demikian badampiang yang tetap bertahan. Bila jarak rumah anak daro itu berada di nagari lain, atau jaraknya jauh, biasanya ada bagian dari tradisi badampiang itu yang terpenggal penggal. Misalnya nyanyian selama diperjalan tidak ada lagi, sebab rombongan pengantar marapulai telah terpencar di kendaraan masing masing.
Selain berisi pesan dan nasehat, badampiang juga di percaya untuk menghindari keturunan jadi bisu. "Itulah makanya setiap marapulai turun dari rumah nyanyian badampiang tetap disampaikan," kata Yendri.
Keterangan foto:
Tuo marapulai sedang mendendangkan lagu dampiang saat melepas marapulai di Ampiang Parak, Pessel, Sumbar. Tradisi unik ini bertahan hingga kini dan diyakini menghindari keturunan bisu.